Beranda | Artikel
Untuk saudaraku
Minggu, 26 April 2009

Segala puji dan syukur semata-mata hak Allah ta’ala. Sholawat dan keselamatan semoga terlimpah kepada khalil ar-Rahman, para sahabat dan pengikutnya yang setia. Amma ba’d.

Hati seorang mukmin merupakan pusat koordinasi ucapan dan amalan anggota badannya. Ketika sang hati dalam keadaan segar bugar dan diliputi dengan siraman cahaya al-Qur’an maka ia akan menyinari segenap anggota badan. Bergerak dan diam, melangkah dan berhenti, mengambil dan meninggalkan, menyuruh dan melarang, semuanya karena demi menuruti keridhoan ar-Rahman al-‘Aziz al-‘Hakim. Sebaliknya, apabila hati itu telah menderita luka parah, tersayat-sayat oleh sembilu maksiat dan tersiram oleh kotoran dosa-dosa maka ia akan mengkerut dan lesu, melemah dan menyimpang ke kanan dan ke kiri, tidak jelas, tidak menentu, larut dalam bujukan syahwat dan tenggelam dalam lautan syubhat. Semakin jauh hati itu dari siraman cahaya al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka titik kematian hati itu semakin dekat dan tinggal menunggu keputusan. Allah ta’ala berfirman,

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ

“Ketika mereka sengaja menyimpang, maka Allah pun menyimpangkan hati mereka.” (QS. as-Shaff : 5)

Saudaraku, semoga Allah menjaga aku dan kamu dari tipu daya Syaitan dan bala tentaranya, sesungguhnya hati yang kita miliki lebih berharga daripada tumpukan emas dan perak yang dibangga-banggakan oleh para pemuja hartabenda. Hati yang hidup adalah sumber ketentraman dan akan mudah menerima petunjuk dan bimbingan Allah. Sedangkan hati yang sakit parah atau bahkan mati akan berubah menjadi keras dan membatu, tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengenal yang mungkar. Yang pada akhirnya akan membuahkan penyesalan abadi di negeri akhirat sana.

Sementara kenikmatan surga yang tiada tara, hanya Allah peruntukkan bagi hamba bertakwa. Bukan bagi para durjana dan kaum yang durhaka. Inilah janji dari-Nya yang akan diberikan kepada orang-orang yang gemar bertaubat, merasa takut kepada Rabbnya -meskipun mereka tidak melihat-Nya- dan menghadap Allah dengan hati yang kembali taat kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman,

وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ

“Dan didekatkanlah surga itu bagi orang-orang yang bertakwa, tidak jauh dari mereka. Inilah yang dijanjikan kepada kalian, yaitu bagi setiap orang yang senantiasa bertaubat dan selalu menjaga (larangan-larangan-Nya); orang yang takut kepada ar-Rahman meskipun dia tidak melihat-Nya, dan dia kembali datang kepada Allah dengan hati yang bertaubat dan taat.” (QS. Qaaf : 31-33).

Saudaraku, ketika kau tatap langit maka kau akan melihat betapa tingginya langit itu. Dan ketika kau tatap bumi, maka kau akan menyadari bahwa betapa dekatnya dirimu dengan tanah. Demikian pula ketika kita menengok sosok-sosok para pendahulu kita yang salih semacam Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali -radhiyallahyu’anhum- maka kau akan melihat betapa tingginya keimanan, kecintaan, dan pembelaan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin. Sementara, jika kita melihat banyak di antara kaum muslimin yang ada pada jaman sekarang ini, maka kita akan menyadari betapa jauhnya kita dari keimanan, kecintaan, dan pembelaan terhadap Islam dan kaum muslimin sebagaimana yang ada pada diri mereka, bahkan lebih parah lagi seolah-olah kita adalah orang yang sudah terkubur di dalam tanah, tidak mampu berbuat apa-apa, untuk keselamatan dirinya sendiri saja sangat pelit, apalagi untuk kemaslahatan kaum muslimin. Wallahul musta’aan.

Padahal, Rabb kita ‘azza wa jalla, telah menganugerahkan kepada kita sebuah nikmat yang sangat agung, sebuah anugerah terindah yang membuat orang-orang di neraka kelak menjadi menyesal dan sangat ingin untuk dikembalikan ke dunia. Sebuah kenikmatan yang membuat orang-orang kafir ingin menebus azab yang harus mereka terima dengan dua kali lipat kenikmatan dunia dan seisinya. Allahu akbar! Betapa tidak pandainya kita dalam mensyukuri nikmat yang teramat agung ini.

Allah ta’ala berfirman,

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Sungguh, Allah telah menganugerahkan kepada orang-orang yang beriman suatu kenikmatan yaitu ketika Allah mengutus di tengah-tengah mereka seorang rasul dari jenis mereka yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya dan menyucikan jiwa mereka, serta mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan as-Sunnah, padahal sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran : 164).

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang kafir itu, seandainya mereka memiliki segala yang ada di muka bumi ini semuanya dan yang serupa dengannya bersama itu dalam rangka menebus siksa pada hari kiamat maka tidak akan diterima dari mereka, dan mereka itu memang pantas menerima siksa yang sangat menyakitkan.” (QS. al-Maa’idah : 36).

Bandingkanlah kedua golongan itu, golongan yang bertakwa dan golongan manusia yang durhaka dan kufur kepada Rabb mereka. Bukankah kita telah mengenal Islam, mengenal al-Qur’an, mengenal Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Dan bukankah Allah telah menyelamatkan kita dari hitamnya lembah kekafiran dan memilih kita untuk menganut agama yang hanif ini. Namun mengapa, ketika ada di antara saudara kita yang ingin untuk mengembalikan umat ini kepada pedoman hidup dan sumber kebahagiaan mereka justru banyak orang -di antara kaum muslimin sendiri- yang berusaha untuk menghentikan kebangkitan yang penuh barakah ini dengan seribu satu alasan? “Ah, kalian jangan memecah belah persatuan!”. “Ah, kalian ini sukanya menentang kebiasaan orang-orang.” “Ah, kalian ini tidak pernah mau menoleransi perbedaan.” “Ah, kalian ini tidak peduli dengan nasib umat Islam!”. Allahu akbar! Itulah ucapan mereka, itulah tuduhan mereka kepada Ahlus Sunnah dan para ulamanya…

Saudaraku, berpikirlah dengan jernih. Ahlus Sunnah bukan pengejar kedudukan dan harta benda. Ahlus Sunnah tidak mengharapkan anda duduk diam berpangku tangan dan tidak berbuat apa-apa untuk umat ini. Namun, ketahuilah bahwa jalan yang ditempuh oleh Ahlus Sunnah dalam memperbaiki masyarakat dan individu bangsa ini adalah semata-mata dengan meneladani jejak para pendahulu mereka yang salih. Bukankah Allah ta’ala berfirman,

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama berjasa kepada Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshor beserta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Allah persiapkan untuk mereka surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberhasilan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah : 100).

Jalan mereka adalah jalan yang sangat jelas dan terang. Sabilul mukminin yang kita diperintahkan untuk mengikutinya dan Allah ancam siapa saja yang melenceng dari jalan ini dengan siksaan yang sangat keras dari-Nya. Allah ta’ala berfirman,

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرً

“Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia malah mengikuti jalan selain jalan orang-orang yang beriman, maka Kami akan membiarkan dia terlantar di dalam kesesatannya dan Kami akan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah sejelek-jelek tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’ : 115).

Kita memang harus bersatu dan bahu-membahu. Namun ingat, harus di atas jalan yang benar, bukan di atas kekeliruan. Orang-orang yang beriman adalah penolong bagi saudaranya, mereka menyuruh yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Allah ta’ala berfirman,

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan satu sama lain adalah penolong bagi sebagiannya. Mereka memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, dan mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang akan dirahmati oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS. at-Taubah : 71)

Kalaulah bukan karena menginginkan kebaikan bagi saudara-saudara mereka -dan juga diri mereka sendiri- tentu saja para ulama dan da’i Ahlus Sunnah akan tinggal diam dari berbagai kemungkaran dan penyimpangan yang ada. Sedikit saja energi umat ini terbuang untuk perkara yang sia-sia, maka Ahlus Sunnah merasa sedih atas nikmat waktu dan kesehatan yang disia-siakan tersebut. Kita hidup untuk meraih sebuah tujuan mulia, yaitu untuk mengabdi kepada Allah Yang menciptakan dan memberikan nikmat kepada kita. Lalu bagaimana bisa dibiarkan para tokoh penyesat umat dibebaskan berbicara tanpa ada pihak yang mematahkan syubhat-syubhat mereka? Tidakkah engkau menyadari bahwa ini adalah nikmat agung yang Allah berikan kepada umat ini? Saudaramu menasihatimu, namun kamu justru lari dan menuduhnya penipu. Saudaramu mengajakmu kepada kebaikan, namun kamu justru menganggap saudaramu adalah orang yang haus kedudukan dan gila sanjungan. Saudaramu mengajak kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman yang benar kamu justru mengira bahwa ini adalah aliran sesat yang mencerai-beraikan persatuan. Saudaramu mengajakmu untuk kembali kepada ilmu, kamu justru menilai dia sedang membodohimu. Aduhai, tak jauh berbeda antara apa yang mereka ucapkan dengan celotehan tokoh-tokoh kekafiran di masa silam.

فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ

“Maka berkatalah para pemuka yang kafir dari kaumnya, ‘Kami tidak melihat engkau melainkan manusia biasa seperti kami, dan kami tidak melihat orang yang mengikuti engkau, melainkan orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya. Kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami menganggap bahwa kamu adalah orang pendusta.’.” (QS. Huud : 27).

Saudaraku, inilah masa yang penuh dengan pemutarbalikan. Kebenaran dan kesalihan menjadi barang aneh. Sementara kebatilan dan kefasikan telah menjadi kebanggaan dan santapan sehari-hari dalam kehidupan. Lalu di manakah anda berada? Tidakkah hati kecil anda menjerit dan menangis dengan kehinaan yang menimpa diri kita sekarang ini? Apakah anda akan bersantai-santai sementara musuh-musuh Islam bekerja siang dan malam untuk menghancurkan generasi muda Islam? Jalan kita masih panjang, sedangkan bekal sabar dan keyakinan harus senantiasa menyertai. Memang benar kata sebagian ulama, al-Istiqomatu la yuthiiquha illal akaabir “Istiqomah -konsisten di atas jalan lurus- itu tidak akan bisa dilakukan dengan benar kecuali oleh orang-orang yang -berjiwa- besar.” Ya Allah berikanlah kepada kami istiqomah. Wallahul muwaffiq.


Artikel asli: http://abumushlih.com/untuk-saudaraku.html/